Amerika Tuding China Makin Agresif dan Represif
Amerika melalui Menlu Anthony Blinken menuding Akhir-akhir Ini China bertindak semakin agresif di politik luar negeri dan represif di dalam negeri
Anthony Blinken secara tegas menyatakan bahwa saat ini China semakin agresif dan represif, Amerika sangat prihatin dengan sikap politik China.
“Apa yang kami saksikan selama beberapa tahun terakhir adalah China bertindak lebih represif di dalam negeri dan lebih agresif di luar negeri. Itu adalah fakta,” Kata Anthony Blinken.
Tudingan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tersebut diungkapkan dalam sebuah wawancara dengan media AS CBS News dalam acara “60 Minutes”
Menurut Anthony Blinken China baru-baru ini bertindak “lebih agresif untuk politik luar negeri” dan berperilaku “semakin represif untuk politik dalam negeri.”
Hal tersbut disampaiakn oleh Anthony Blinken ketika hadir dalam wawancara CBS News dalam acara “60 Minutes”.
Aapril 2021, Blinken mengatakan Amerika Serikat prihatin tentang tindakan agresif China terhadap Taiwan dan memperingatkan itu akan menjadi “kesalahan serius” bagi siapa pun yang mencoba mengubah status quo di wilayah Pasifik barat dengan paksa.
Amerika Serikat memiliki komitmen jangka panjang di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan untuk memastikan bahwa Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dan mempertahankan perdamaian dan keamanan di Pasifik barat. Jelas Blinken.
Selama beberapa bulan terakhir, Taiwan telah mengeluhkan misi angkatan udara China yang terbang di dekat pulau yang diklaim China sebagai miliknya. Taiwan menyebut tindakan ini telah menghina kedaulatannya.
Saat disinggung apakah Washington sedang menuju ke arah konfrontasi militer dengan Beijing?,
Blinken menjawab: “untuk sampai ke titik itu, atau bahkan menuju ke arah konfrontasi langsung tentu akan sangat bertentangan dengan kepentingan China dan Amerika Serikat sendiri.”
Pencurian China
Kemudian Blinken juga menjelaskan terkait masalah Amerika dengan China yaitu pencurian ratusan miliar dolar atau rahasia dagang AS dan kekayaan intelektual yang dilakukan oleh China,
Blinken mengatakan pemerintahan Biden memiliki “keprihatinan yang nyata” tentang masalah ini.
Blinken mengatakan bahwa pencurian ini terdengar seperti tindakan “seseorang yang mencoba bersaing secara tidak adil dan semakin bermusuhan. Tapi kami jauh lebih efektif dan lebih kuat ketika kami menyatukan negara-negara yang berpikiran sama dan sama-sama dirugikan untuk menekan Beijing.’”
Pemerintahan Amerika melalui Presiden Joe Biden mengatakan China telah gagal memenuhi komitmennya untuk melindungi kekayaan intelektual Amerika dalam kesepakatan perdagangan “Fase 1” AS-China yang ditandatangani tahun lalu.
Komitmen tersebut merupakan bagian dari kesepakatan besar antara pemerintahan mantan Presiden Donald Trump dan Beijing, yang mencakup perubahan regulasi pada bioteknologi pertanian dan komitmen untuk membeli sekitar $ 200 miliar ekspor AS selama dua tahun.
Blinken telah hadir dalam pertemuan menteri luar negeri G7 di mana China adalah salah satu masalah yang dibicarakan dalam agenda pertemuan tersebut.
Dalam wawancara, Blinken mengatakan Amerika Serikat tidak berniat untuk “mengekang China” tetapi untuk “menegakkan tatanan berbasis aturan yang malah ditantang oleh China. Siapa pun yang mengajukan tantangan terhadap tatanan itu, kami akan berdiri di atasnya dan tetap akan pertahankan aturan tersebut. “
Biden telah melihat persaingan dengan China sebagai tantangan kebijakan luar negeri terbesar pemerintahannya. Dalam pidato pertamanya di depan Kongres Rabu lalu, dia berjanji untuk mempertahankan kehadiran militer AS yang kuat di Indo-Pasifik dan untuk meningkatkan perkembangan teknologi AS.
Blinken menyebutkan bahwa dirinya berbicara dengan Biden “hampir setiap hari.”
Amerika Serikat prihatin tentang tindakan agresif China terhadap Taiwan dan memperingatkan itu akan menjadi “kesalahan serius” bagi siapa pun yang mencoba mengubah status quo di wilayah Pasifik barat dengan paksa.
Uni Eropa mendesak semua pihak untuk mematuhi keputusan pengadilan tahun 2016 yang menolak sebagian besar klaim China atas kedaulatan di laut meski keputusan ini sendiri ditolak Beijing.
Bahayakan Perdamaian
Sementara itu, senada dengan Amerika. Uni Eropa juga mengklaim bahwa Langkah-Langkah Cina di Laut China Selatan Berbahaya bagi Perdamaian.
Uni Eropa pada hari Sabtu (24/04/2021) menyebut China sebagai negara yang membahayakan perdamaian di Laut China Selatan. Uni Eropa mendesak semua pihak untuk mematuhi keputusan pengadilan tahun 2016 yang menolak sebagian besar klaim China atas kedaulatan di laut meski keputusan ini sendiri ditolak Beijing.
UE minggu lalu merilis kebijakan baru yang bertujuan untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik untuk melawan kekuatan China yang sedang meningkat.
Filipina pada hari Jumat memprotes China atas kegagalannya untuk menarik apa yang disebut sebagai kapal “mengancam” yang diyakini diawaki oleh milisi maritim di sekitar Whitsun Reef yang disengketakan, yang disebut Manila sebagai Karang Julian Felipe.
“Ketegangan di Laut China Selatan, termasuk kehadiran kapal-kapal besar China baru-baru ini di Whitsun Reef, membahayakan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu,” kata seorang juru bicara Uni Eropa dalam sebuah pernyataan, Sabtu (24/04/2021).
Uni Eropa menegaskan kembali penentangannya terhadap “tindakan sepihak yang dapat merusak stabilitas regional dan ketertiban berbasis aturan internasional”.
Uni Eropa juga mendesak semua pihak untuk menyelesaikan sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional, dan menyoroti arbitrase internasional tahun 2016 yang telah memutuskan mendukung Filipina sambil membatalkan sebagian besar klaim China di Laut China Selatan.
Sikap China
China menolak tuduhan Uni Eropa bahwa kapal-kapalnya di Whitsun Reef, yang oleh China disebut Niu’E Jiao, telah membahayakan perdamaian dan keamanan.
Misi China untuk Uni Eropa dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu menegaskan kembali bahwa terumbu karang adalah bagian dari Kepulauan Nansha China, atau Kepulauan Spratly, dan bahwa itu “masuk akal dan sah” bagi kapal penangkap ikan China untuk beroperasi di sana dan berlindung dari angin.
Pernyataan China tersebut juga menegaskan bahwa kedaulatan, hak, dan kepentingan China di Laut China Selatan dibentuk dalam “perjalanan sejarah yang panjang dan konsisten dengan hukum internasional” dan menolak putusan pengadilan 2016.
“Laut China Selatan seharusnya tidak menjadi alat bagi negara-negara tertentu untuk menahan dan menekan China, apalagi menjadi ajang pergulatan untuk persaingan kekuatan besar,” kata pernyataan China itu.
China semakin khawatir bahwa Eropa dan negara-negara lain mengindahkan seruan Presiden AS Joe Biden untuk melakukan “pendekatan terkoordinasi” terhadap China, yang sejauh ini terwujud dalam bentuk sanksi atas tindakan keras keamanannya di Hong Kong dan perlakuan terhadap Muslim Uyghur.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bulan lalu mengatakan Washington “berdiri membela sekutunya, Filipina,” dalam menghadapi milisi maritim massal China di Whitsun Reef.
Klik Magazie Versi PDF
Komentar