Kekhilafan Kebijakan
Kata khilaf kalau dicarikan padanan katanya dengan baha Inggris dekat dengan kata error. Dalam bahasa latin disebut dengan errare yang berarti khilaf atau menyimpang.
Kata error biasanya dikaitkan dnegan tidak berfungsinya sebuah sistem, error sebuah mesin misalnya. Akibat error, mesin tidak berjalan bahkan terhenti atau yang paling ekstrim mati. Atau saat komputer error, akan mengalami hank dan tidak dapat digunakan.
Apa kaitannya khilaf, kekhilafan dengan kebijakan. Apa beda dengan kesalahan, kekeliruan. Dan kapan Khilaf itu terjadi, khusunya dalam hal pengambilan keputusan kebijkan yang memiliki dampak besar kepada publik dan negara.
Setiap orang berpotensi berbuat khilaf, apalagi pejabat, politisi, atau tokoh. Seseorang yang khilaf adalah seseorang yang mengambil sebuah keputusan dengan tanpa sadar menyajikan realitas objektif yang salah.
Lorens Bagus mengartikan khilaf dan kekhilafan dengan keadaan tertentu dimana dialami oleh seseorang / subjek yang salah dalam membuat keputusan.
Berapa banyak kita di Indonesia disuguhi oleh para elit kebijakan-kebijakan, regulasi, keputusan-keputusan yang ujungnya berdampak buruk, akibat dari kekhilafan pengmbil kebijakan. Terbaru pengambilan kebijakan terkait penanganan Covid-19 kita mudah sekali menemukan kekhilafan-kekhilafan akibat dari pengambilan keputusan elit.
Dan kekhilafan tersebut biasanya baru disadari setelah dilakukan pengambilan keputusan dan berdampak buruk terhadap situasi. Biasanya kecenderungan pejabat yang khilaf dalam pengambilan keputusan akan mengakui dan melakukan klarifikasi, namun tidak jarang juga malah ngeles dan mempertahan kekhilafannya. BuzzerRP kadang jadi senjata mempertahankan diri khilaf dari kebijakannya.
Pemimpin Khilaf
Bagaimana seorang pemimpin bisa khilaf? Apa yang membuatnya berbuat khilaf?
Setiap individu memiliki akal, dan sejatinya akal dapat menuntun pada kebenaran. Namun akal dan intelktualitas masing-maisng individu memiliki keterbatasan. Orang berbuat khilaf karena intelek atau akalnya tergoda oleh kebenaran semu.
Selain itu orang berbuat khilaf biasanya juga karena kehendak, kehendak menggerakkan akal untuk mengambil sebuah keputusan yang tergesa-gesa tanpa pertimbangan yang akibatnya ada perbuatan khilaf dan berdampak pada kesalahan-kesalahan.
Kekhilafan adalah terjadinya sebuah keputusan yang salah, dimana ada keterlibatan subjek. Yaitu isi keputusan seseorang yang tidak sesuai realitas objektif.
Karenanya sudah sepantasnya para pemimpin, pejabat negara, politisi untuk tetap bersandar pada nalar logisnya, mengambil keputusan-keputusan yang didasarkan pada rasionalitas. Bukan atas dasar emosional sesaat, dan mudah tergoda oleh kebenaran-kebenaran semu. Tentu banyak sekali contohnya.
Khilaf berbeda dengan kesalahan yang sifatnya logis. Kesalahan logis biasanya tidak berakibat fatal terhadap kerusakan. Kesalahan logis hanya terjadi yaitu korelasi atau hubungan objektif antara putusan dengan hal-hal yang diputuskan.
Sementara kekhilafan adalah terjadinya sebuah keputusan yang salah, dimana ada keterlibatan subjek. Yaitu isi keputusan seseorang yang tidak sesuai relatias objektif. Yang demikian disebut khilaf.
Lalu apa beda dengan kekeliruan (mistake). Kekeliriuan adalah hasil atau akibat dari kekhilafan (meski tidak dapat disimpulkan tiap kekeliriuan adalah dampak dari kekhilafan).
Ada khilaf logis dan ada khilaf psikologis. Ciri terjadinya kekhilafan logis adalah mengeneralisir sesuatu tanpa pembuktian, penggunaan slogan yang emosiaonal dan tidak objektif, kesalahan dalam penyimpulan bahwa sesuatu itu mustahil karena sulit di menegrti dan semua bentuk kekeliriuan.
Khilaf psikologis lebih kepada pikiran dan kehendak yang terbatas sehingga sering dicampuri oleh nafsu. kekhilafan psikologis disebabkan karena cara berpikir yang belum benar, ketergantungan pada indra dan ingatan yang terkadang menipu, prasangka, minimnya pengetahuan, ketergesa-gesaan, kebodohan dan fanatisme secara berlebihan.
Kekhilafan psikologis mudah ditemukan di kehendak, ketidaksabaran, kecenderungan kepada yang buruk, lemahnya keinginan kepada kebenaran, dan buru buru dalam menilai.
Karenanya mari tetap menjaga nalar sehat dalam mengambil keputusan, agar kita terus dituntun menuju kebanaran. Tidak terjatuh pada kekhilafan, kesalahan kesalahan yang tidak ujung selsai. [YM]
Klik Magazine Versi PDF
Komentar