Menjinakkan Oligarki
Oligarki sangat berseberangan dengan kepentingan rakayat secara luas dan upaya menuju perwujudan cita-cita para pendiri bangsa.
Oligarki adalah fakta realitas yang saat ini sulit dihindari apalagi dihilangkan. Fakta yang merusak sendi sendi demokrasi dan melahirkan kerusakan nyata dalam berbagai aspek kehidupan muali dari kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, hingga lingkungan.
Hasil riset Negara Institute sebagaimana diungkapkan dalam sebuah makalah berjudul ‘Oligarki Indonesia, Praktik dan Dampaknya pada Deokrasi dan Sistem Pemerintahan’ terbit tahun 2020 yang ditulis oleh Sulfikar Amir, Phd, Dr. Mulyadi, dan Yoes Kenawas mengungkapkan, oligarki saat ini menjadi tersangka, biang kerok dari berbaga masalah sosial, politik, ekonomi di Indonesia.
Persoalan melemahnya KPK, persoala konservatisme, melemahnya kualitas dmeokrasi, suburnya dinasti politik, semua disematkan pada satu kata akibat oligarki.
Para peneliti Negara Institute meniali bahwa kegagalan Indonesia menjinakkan oligarki di era reformasi akibat dari kekeliruan dalam memahami oligarki, yaitu terjebak dalam definisi klasik oligarki.
Sehingga analisis terhadap oligarki terhenti pada seolah teori konspirasi yang minim analisis. Berikutnya para pejuang demokrasi tidak mampu menunjuk siapa itu oligarkh, bagaimana motifnya, strategi apa yang digunakana, dan hanya menilai perselingkuhan penguasa dan pengusaha dalam sebuah kesatuan.
Akibatnya, terjadi kegagalan dalam merumuskan strategi yang efektif menjinakkan oligarki.
Padahal menurut para peneliti Negara Institute Winters telah memberikan sebuah pemahaman baru tentang oligarki.
Menurut Winters (2011), oligarki adalah suatu politik pertahanan kekayaan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki sumber daya material yang luar biasa besar dalam menghadapi berbagai tantangan yang dapat mengancam properti dan pendapatan mereka.
Negara Institute menafsirkan bahwa para aktor “super kaya” tersebut? Mereka yang masuk kategori oligarkh, misalnya, para pengusaha yang masuk ke jajaran “50 Orang Terkaya Indonesia”.
Setidaknya mereka adalah orang-orang yang bisa dikategorikan sebagai “aktor yang memiliki sumber daya material luar biasa besar”.
Mereka yang memiliki sumber daya material luar biasa besar ini kemudian bisa digolongkan sebagai oligark ketika mereka menggunakan kekayaan mereka untuk memengaruhi kebijakan publik atau dinamika politik guna mempertahankan kekayaan dan sumber pendapatan tersebut.
Singkatnya, para peneliti Negara Institute meyakini bahwa oligarki muncul ketika para aktor super kaya ini mulai terlibat dalam politik pertahanan kekayaan.
Para peneliti Negara Institute meniali bahwa kegagalan Indonesia menjinakkan oligarki di era reformasi akibat dari kekeliruan dalam memahami oligarki, yaitu terjebak dalam definisi klasik oligarki.
Saat ini semua pintu dan jalan berada dalam genggaman oligarki. oligarki politik, oligarki ekonomi, dan oligarki sosial.
Baik Winters maupun Hadiz dan Robison menekankan pentingnya “pertahanan” atau defense yang dilakukan oleh para oligark untuk melindungi kekayaan dan kekuasaan yang mereka miliki.
lalu siapa yang dapat menjadi ancaman oligarki? Negara Institute mengutarakan setidaknya ada tiga arah yang mengancam oligarki, yaitu negara, masyarakat menengah bawah, dan sesama oligarkh.
Negara Institute mencontohkan strategi oligarkh dengan terjun langsung ke politik seperti yang dilakukan oleh Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Hary Tanoesoedibjo, dan Jusuf Kalla adalah contoh dari oligark yang mengambil peran aktif di dunia politik.
Strategi lain juga diungkapkan bagaiman mereka membangun lobby dan berkoalisi untuk mempertahankan kekayaannya. Adapula yang membangun politik dinasti, tak jarag juga mereka para oligarkh saling membunuh diantara mereka sendiri saat saat tertentu.
Oleh karena itu, para peniliti Negara Institute meyakini bahwa merumuskan strategi yang efektif untuk menjinakkan oligark perlu juga memperhatikan
struktur kesempatan dan tingkat ancaman yang dihadapi oleh para oligark.
Sebab oligarkh dapat menyesuaikan diri dengan baik dan menggunakna beragam taktik dan strategi. Setidaknya ada tiga pembajak demokrasi dari tipe oligarki yaitu (1) oligarki politik (badut politik), oligarki ekonomi (bandar politik) dan oligarki sosial (bandit politik).
Oligarki diibaratkan sebagai sosok binatang jinak namun buas, selama ada organisasi, ada kekuasaan ada elit maka akan selalu berpotensi ada oligarki.
Karenanya Negara Institute mengusulkan tiga hal menjinakkan oligarki (1) membiarkan oligarki hidup bebas di kawasan terbatas (2) memindahkan atau mengkarantina oligarki (3) dan mengubah menjadi tidak buas.
Skenario pertama berpotensi oligakh menjadi bandar politik, skenario kedua menjadikan kontestasi sangat terbatas dalam dmeokrasi, skenario ketiga juga beresiko kembali merusak demkrasi.
Saat ini semua pintu dan jalan berada dalam genggaman oligarki. oligarki politik, oligarki ekonomi, dan oligarki sosial.
Negara Institute mengusulkan penjinakan oligarki melalui dua jalan yaitu (1) dengan menghapuskan Threshold dalam proses pencalonan kandidat. Pimtu masuknya tentu saj adalah perubahan terhadap UU kepemiluan. Berikutnya (2) toleransi demokrasi terhadap oligarki harus dihentikan sekerang juga melalui pembangunan sistem pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, kredibel dan partispatif.
Klik Magazine Versi PDF
Komentar