Mahmoud al-Werfalli, Panglima Perang Libya, Ditembak Mati di Benghazi
Mahmoud al-Werfalli, panglima perang Libya yang diburu oleh Pengadilan Kriminal Internasional ditembak mati pada Rabu (24/03/2021) di Benghazi, bagian timur Libya.
al-Werfalli merupakan loyalis Marsekal Khalifa Haftar, orang kuat dari Libya timur dan Kepala Tentara Nasional Libya.
Al-Werfalli masuk ke dalam daftar perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional karena kejahatan perang.
Menurut sumber keamanan, Mahmoud al-Werfalli ditembak mati oleh orang-orang bersenjata tak dikenal saat berada di dalam kendaraannya di Benghazi tengah. Dengan luka parah, dia dievakuasi ke pusat medis Benghazi dan meninggal.
Al-Werfalli adalah seorang komandan di Brigade Al-Saiqa, unit pasukan khusus yang berafiliasi kepada Tentara Nasional Libya Marsekal Haftar.
Dikenal karena kekejamannya terhadap tahanan politik, al-Wefalli dituduh oleh Pengadilan Internasional telah melakukan “kejahatan perang”, “penyiksaan”, “perlakuan kejam”, dan “kejahatan terhadap kemanusiaan”. Korban Al-Werfalli ini berjumlah 33 orang yang dieksekusi antara Juni 2016 dan Juli 2017.
Mahmoud al-Werfalli dituduh menembak sepuluh orang di depan sebuah masjid di Benghazi pada Januari 2018.
“Penembakan ini justru tidak menghalanginya untuk diangkat Marsekal Haftar menjadi panglima perang Libya,” sesal jaksa penuntut umum Pengadilan Kriminal Internasional, Fatou Bensouda.
Pembunuhan al-Werfalli ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan dan persaingan antara faksi-faksi yang bersaing di Libya timur.
Selain itu, dua warga Libya lainnya masih diadili oleh Pengadilan Kriminal Internasional: pertama, Seif al-Islam Gadhafi, putra mantan diktator Muammar Gadhafi yang sekarang nasibnya tidak diketahui, dan kedua, Al-Tuhamy Mohamed Khaled, mantan Ketua Badan Keamanan Dalam Negeri Libya, yang diduga menyiksa penentang rezim Gaddafi. Keduanya dicari karena kejahatan terhadap kemanusiaan.
al-Wefalli dituduh oleh Pengadilan Internasional telah melakukan “kejahatan perang”, “penyiksaan”, “perlakuan kejam”, dan “kejahatan terhadap kemanusiaan”. Korban Al-Werfalli ini berjumlah 33 orang yang dieksekusi antara Juni 2016 dan Juli 2017.
Sebelumnya, sebagaimana dilansir VOA-Islam.com pada tahun 2018 lalu Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Kamis (25/1/2018) mendesak seorang komandan Benghazi yang dicari oleh Pengadilan Pidana Internasional karena melakukan kejahatan perang segera menyerahkan diri setelah bukti muncul menunjukkan bahwa dia telah melakukan eksekusi baru di Libya.
Mahmoud al-Werfalli yang mengkomandoi Brigade Al-Saiqa yang berbasis di kota kedua Libya dan setia kepada pasukan militer Khalifa Haftar yang pasukannya mendominasi wilayah timur negara Afrika Utara.
Ketika ICC waktu itu telah mengeluarkan surat perintah penangkapan Werfalli pada Agustus 2018 karena eksekusi singkat di mana setidaknya 33 orang terbunuh pada 2016 dan 2017, pasukan Haftar bersikeras bahwa dia berada dalam tahanan mereka dan akan menjalani persidangan militer.
Video dan foto yang diposting di jaringan sosial menunjukkan bahwa dia secara pribadi menembakkan peluru ke kepala 10 narapidana di lokasi pemboman kembar mematikan di Benghazi hari sebelumnya.
Saksi mata mengatakan bahwa Werfalli telah melakukan eksekusi publik terhadap para jihadis untuk membalas dendam atas serangan hari Selasa, yang menewaskan sedikitnya 37 orang di luar sebuah masjid di jantung kota.
Dalam video tersebut, seorang perwira berseragam, yang dikatakan sebagai Werfalli, terlihat membuat tersangka yang ditutup matanya dengan mengenakan seragam penjara biru berlutut di depannya sebelum menembak mereka satu per satu.
Mayat mereka kemudian dilempar ke belakang sebuah truk pickup untuk mendapat tepuk tangan dari para pendukungnya.
Dalam sebuah pernyataan, Misi Dukungan PBB di Libya mengatakan bahwa pihaknya “terkejut dengan laporan eksekusi brutal dan keterlaluan di Benghazi”.
Tuntutan PBB
“PBB menuntut penyerahan Mahmoud al-Werfalli segera ke ICC di Den Haag karena setidaknya mendokumentasikan lima kasus serupa, pada tahun 2017 saja, dilakukan atau diperintahkan oleh Werfalli,” kata misi tersebut di Twitter.
Eksekusi terakhir terjadi saat utusan PBB Ghassan Salame berada di Libya timur untuk melakukan pembicaraan dengan Haftar sebagai bagian dari upayanya untuk mengakhiri kekacauan politik yang telah mencengkeram negara tersebut sejak diktator Muamar Kadhafi yang telah lama digulingkan dan terbunuh dalam pemberontakan yang didukung oleh NATO pada tahun 2011.
Pemerintah persatuan yang didukung PBB yang berbasis di ibukota Tripoli telah berjuang untuk menegaskan kewenangannya di luar Libya barat.
Haftar sendiri mendukung pemerintah saingan yang berbasis di timur.
Salame mempresentasikan sebuah rencana ke Dewan Keamanan PBB pada bulan September untuk mengadakan pemilihan parlemen dan presiden baru akhir tahun ini, namun para analis merasa skeptis bahwa itu akan berlangsung.
Bentrokan antara milisi saingan biasa terjadi, dengan pertarungan di bandara Tripoli pekan lalu menyebabkan 20 orang tewas dan memaksa pembatalan semua penerbangan selama lima hari
Klik Magazie Versi PDF
Komentar