Irak dan UEA Kembangkan Energi Surya di Timur Tengah
Industri energi surya global berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Lewat kemitraan terbaru ini, Shanghai Electric Group terus merambah sektor energi baru di Timur Tengah, dan segera memperluas ekspansinya ke seluruh dunia.
Tahun lalu, Shanghai Electric Group ditetapkan oleh ACWA Power asal Arab Saudi sebagai kontraktor desain teknik, konstruksi, dan pengadaan (Engineering, Construction and Procurement/EPC), dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Mohammed Bin Rashid Al Maktoum tahap kelima di Dubai. PLTS ini berkapasitas 900 MW.
Proyek ini merupakan PLTS di satu lokasi yang terbesar di Timur Tengah. PLTS Mohammed Bin Rashid Al Maktoum memanfaatkan teknologi fotovoltaik dan energi surya terkonsentrasi, serta kelak memiliki kapasitas total sekitar 5 GW saat proyek tersebut selesai dibangun.
Shanghai Electric Group dan ACWA Power sempat bermitra dalam proyek Concentrated Solar Power (CSP) 700 MW dan PLTS 250 MW. Keduanya menjadi bagian dari PLTS Mohammed Bin Rashid Al Maktoum tahap keempat.
Shanghai Electric Group berkolaborasi dengan ACWA Power dalam proses tender untuk PLTS tahap terbaru dengan kapasitas 900 MW, dan sukses memenangkan tender tersebut.
“ACWA Power dan Shanghai Electric diakui sebagai pemain penting dalam sektor energi global. Kontrak PLTS 900 MW kembali menjadi tonggak penting dalam kemitraan yang terjalin antara kedua pihak tersebut. Saya berharap PLTS ini tampil sebagai tolok ukur baru di Timur Tengah dan dunia,” ujar Zheng tahun lalu (5/8/2020).
PLTS Mohammed Bin Rashid Al Maktoum segera menjadi pilar penting dalam upaya mewujudkan Strategi Energi Bersih Dubai 2050, yakni meningkatkan porsi energi bersih dalam produksi listrik total di Dubai hingga mencapai 75 persen pada 2050.
Proyek tersebut menjadi tolok ukur di seluruh dunia untuk model Kemitraan Publik-Swasta (Public-Private Partnership/PPP), serta membangun proyek berskala besar yang hemat biaya.
Irak Bangun PLTS
Sementara itu, Kementerian Kelistrikan Irak menandatangani perjanjian dengan Masdar, pengembang energi terbarukan yang berbasis di Uni Emirat Arab, untuk membangun proyek tenaga surya di Irak tengah dan selatan.
Proyek ini dibangun dengan total kapasitas 2.000 Megawatt. Demikian kementerian perminyakan Irak menyampaikan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (24/06/2021).
Kementerian perminyakan mengatakan bahwa proyek tersebut merupakan investasi terbesar dalam industri energi terbarukan Irak. Menteri tidak menyebutkan total biayanya.
Irak berencana untuk membangun sejumlah pembangkit listrik dalam beberapa tahun mendatang. Kemitraan ini dilakukan dengan perusahaan internasional dan perusahaan Arab.
“Beberapa pasokan energi listrik akan menggunakan energi matahari, sementara yang lain akan menggunakan bahan bakar fosil, termasuk gas yang dihasilkan selama ekstraksi minyak, dengan memasukkannya ke dalam sistem produksi listrik,” jelas Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar kepada Asharq Awsath baru-baru ini.
Mahmoud Jafari mengatakan pabrik itu dapat berhenti bekerja karena Iran tidak dapat memperoleh suku cadang dan peralatan dari Rusia sebagai akibat dari sanksi perbankan yang diberlakukan oleh AS pada 2018.
Iran Tutup PLTN
Sementara itu, pembangkit listrik tenaga nuklir satu-satunya di Iran telah mengalami penutupan darurat sementara. Tidak ada kejelasan lebih jauh terkait ini dari pihak pemerintah.
Seorang pejabat perusahaan energi listrik negara, Gholamali Rakhshanimehr, mengatakan pada sebuah acara bincang-bincang bahwa penutupan pabrik Bushehr dimulai pada hari Sabtu (19/06/2021) dan akan berlangsung selama tiga hingga empat hari.
Dia mengatakan bahwa pemadaman listrik bisa terjadi. Dia tidak merinci lebih jauh terkait prosesnya. Ini merupakan pertama kalinya Iran melaporkan penutupan darurat pabrik, yang terletak di kota pelabuhan selatan Bushehr.
Iran diharuskan mengirim batang bahan bakar bekas dari reaktor kembali ke Rusia sebagai tindakan nonproliferasi.
Pada bulan Maret, pejabat nuklir Mahmoud Jafari mengatakan pabrik itu dapat berhenti bekerja karena Iran tidak dapat memperoleh suku cadang dan peralatan dari Rusia sebagai akibat dari sanksi perbankan yang diberlakukan oleh AS pada 2018.
Bushehr didorong oleh uranium yang diproduksi di Rusia, bukan Iran, dan dipantau oleh Badan Energi Atom Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. IAEA tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang penutupan yang dilaporkan.
Konstruksi di Bushehr, di pantai bagian utara Teluk Arab, dimulai di bawah pemerintahan shah Iran pada pertengahan 1970-an. Setelah Revolusi Islam 1979, pabrik itu berulang kali menjadi sasaran dalam perang Iran-Irak. Rusia kemudian menyelesaikan pembangunan fasilitas tersebut.
Pembangkit, yang terletak di dekat garis patahan aktif dan dibangun untuk menahan gempa kuat, secara berkala diguncang gempa.
Tidak ada gempa bumi signifikan yang dilaporkan di daerah tersebut dalam beberapa hari terakhir.
Klik Magazine Versi PDF
Komentar