Dibalik Keruntuhan Sri Lanka
Sri Lanka, negeri yang dulu makmur, mengalami tragedi bencana krisis yang menyebabkan runtuhnya negara kepulauan tersebut.
Lalu, apa sebenarnya penyebab utama keruntuhan Sri Lanka?.
Sri Lanka, sebelum mengalami krisis dan gejolak politik yang menyebabkan keruntuhan negara Sri Lanka dalam kondisi normal. Gejolak, praktik kekerasan, kemudian disusul gelomang protes dipicu oleh satu hal yaitu diawali terjadingya keruntuhan ekonomi negara Sri Lanka.
Jauh sebelum mengalami keruntuhan ekonomi, selama beberapa dekade Sri Lanka diliputi oleh praktik korupsi, patronase, nepotisme, dan ketidakmampuan dalam perekonomian (kesenjangan perekonomian).
Sebagaimana dilansir AP, praktik buruk di negara Sri Lanka tersebut menyebabkan mata uang runtuh, inflasi tinggi hingga tiga digit, kelaparan, negara mengalami kekurangan dan kegagalan pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Krisis di Sri Lanka berakar dari adanya praktik oligarki yang penuh dnegan keserakahan, perilaku korupsi, dan konflik selama beberapa dekade.
Sri Lanka termasuk negara yang mengalami perang saudara yang panjang dan reaksi lamban dalam melakukan pemulihan.
Disisi lain, para penguasa Sri Lanka didominasi oleh kalangan kelompok dinasti politik dari keluarga Rajapaksa.
Keluarga Presiden Sri Lanka yaitu Rajapaksa telah memonopoli politik di negara kepulauan Sri Lanka selama beberapa dekade.
Para ahli menilai krisis Sri Lanka akibat ulah sendiri dengan tingginya hutang dan rendahnya investasi. Sri Lanka juga mengalami gangguan stabilitas politik, aksis terorisme snagat menganggu perekonomian mereka khususnya di sektor pariwisata. Bom bunuh diri tahun 2019 di Sri Lanka menewaskan 260 orang di sebuah hotel, dan gereja adalah salah satu tragedi yang mengganggu stabilitas Sri Lanka.
Di tengah situasi itu, Presiden Rajapaksa menerapkan kebijakan pajak tinggi, bahkan tercatat pajak tertinggi dalma sejarah bangsa Sri Lanka. Yang mengakibatkan menurun drastis devisa negara dan Sri Lanka kesulitan melakukan pinjaman.
Sejak April 2022 gelombang unjuk rasa meuntut Presiden mundur, puncaknya pada beberapa bulan terakhir Raja Paksa dipaksa mundur. Demonstrasi dan aksi dimana-mana massa berperilaku brutal dengan merusak dan memasuki kediaman Presiden hingga rumah perdana menteri Sri Lanka dibakar.
Para ahli menilai krisis Sri Lanka akibat ulah sendiri dengan tingginya hutang dan rendahnya investasi
Rajapaksa Mundur
Presiden Sri Lanka yang dituntut untuk mundur pada 13 Juli berjanji akan mundur, pengumuman tersebut muncul setelah hari yang penuh gejolak di mana pengunjuk rasa menyerbu kediamannya dan membakar rumah perdana menteri.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa telah setuju untuk mundur pada minggu depan, kata seorang pejabat setempat, setelah pengunjuk rasa menyerbu istana kepresidenan dan membakar rumah perdana menteri untuk melampiaskan kemarahan mereka atas krisis ekonomi yang memburuk.
Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardena mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi pada hari Sabtu (09/07/2022) bahwa Rajapaksa telah setuju untuk mengundurkan diri pada 13 Juli
“Keputusan untuk mundur pada 13 Juli diambil untuk memastikan penyerahan kekuasaan secara damai,” kata Abeywardena.
“Karena itu saya meminta masyarakat untuk menghormati hukum dan menjaga perdamaian.”
Berita tentang keputusan presiden itu memicu ledakan kembang api perayaan di beberapa bagian ibu kota, Kolombo.
“Hari ini adalah hari kemerdekaan bagi saya yang lahir di negara ini, bukan tahun 1948, karena hari ini kita telah berjuang untuk kebebasan kita dari tirani dan para bajingan dan politisi serakah yang telah menjalankan bangsa kita ke titik nol,” kata seorang pengunjuk rasa sebagaimana dilansir melalui situs Al Jazeera.com.
Sebelumnya, Rajapaksa dievakuasi dari istana presiden di Kolombo, Ribuan pengunjuk rasa menyerbu istana presiden, menuntut pengunduran dirinya.
Beredar melalui facebook live dimana dari dalam rumah presiden menunjukkan ratusan pengunjuk rasa memadati ruangan dan koridor, meneriakkan slogan-slogan menentang pemimpin berusia 73 tahun yang terkepung itu. Rekaman pengunjuk rasa berdiri dan beberapa mandi di kolam renang di dalam rumah presiden yang beredar luas di media sosial.
Selain berunjukrasa di istana presiden Sri Lanka, para pengunjuk rasa juga masuk ke rumah perdana menteri Sri Lanka Wickremesinghe dan membakar rumah perdana menteri (09/07/2022).
Hasil rekaman video di saluran berita lokal dan beredar di sosial media menunjukkan api dan asap besar dari rumah pribadi Wickremesinghe di kawasan Kolombo Sri Lanka.
Hingga berita ditulis belum ada laporan mengenai jumah korban dalam kebakaran tersebut. Perdana Menteri Sri Lanka Wickremesinghe telah dipindahkan ke lokasi aman oleh petugas keamanan pada hari sebelumnya, kata seorang sumber pemerintah sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.
Perdana Mentri mundur
Wickremesinghe juga telah mengumumkan pengunduran dirinya. Namun ia juga mengatakan tidak akan mundur sampai pemerintahan baru terbentuk.
“Hari ini di negara ini kami mengalami krisis bahan bakar, kekurangan pangan, kami memiliki kepala Program Pangan Dunia yang datang ke sini dan kami memiliki beberapa hal untuk didiskusikan dengan IMF,” kata Wickremesinghe. “Oleh karena itu, jika pemerintah ini tumbang, harus ada pemerintahan lain.”
Wickremesinghe mengatakan dia menyarankan kepada presiden untuk menjalankan pemerintahan, Perdana Menteri tidak dapat menjelaskan tentang keberadaan Rajapaksa.
Thyagi Ruwanpathirana, seorang peneliti di Amnesty International, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Sri Lanka “tidak akan keluar dari krisis dalam waktu dekat”.
“Kami tidak punya bahan bakar selama berhari-hari… Bayangkan saja kehabisan bahan bakar. Orang tidak bisa bekerja. Anak-anak tidak bisa sekolah. Seluruh ekonomi terhenti, ” Kata pengunjuk rasa dari Kolombo.
“Saya datang ke sini untuk mengusir presiden. Situasi di negara ini tidak baik. Dia harus pergi ke negara kita untuk keluar dari jurang ini,”
Gihan Roshan, Demonstran Sri Lanka
Demonstrasi pada hari Sabtu (09/07/2022) dimulai dengan ribuan orang berkumpul di alun-alun Galle Face Green di Kolombo dalam salah satu protes anti-pemerintah terbesar yang pernah terjadi di pulau yang dilanda krisis tahun ini. Tentara dan polisi di kediaman resmi presiden, yang terletak di dekat lokasi protes, tidak mampu menahan massa yang menyerukan pengunduran diri Rajapaksa.
Secara keseluruhan, setidaknya 39 orang, termasuk dua petugas polisi terluka dan dirawat di rumah sakit di tengah protes, kata sumber rumah sakit kepada Reuters.
Melaporkan dari Kolombo, Minelle Fernandez dari Al Jazeera mengatakan puluhan ribu pengunjuk rasa telah tiba di Kolombo untuk aksi demo.
“Orang-orang menyerbu stasiun kereta api dan secara harfiah memaksa karyawan untuk menempatkan mereka di kereta dan membawa mereka ke Kolombo,” katanya. “Mereka mengatakan mereka akan mengambil negara mereka kembali.”
Banyak orang di negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu menyalahkan kemerosotan negara itu pada Rajapaksa.
Protes yang sebagian besar damai sejak Maret menuntut pengunduran dirinya.
“Saya datang ke sini untuk mengusir presiden. Situasi di negara ini tidak baik. Dia harus pergi ke negara kita untuk keluar dari jurang ini,” Gihan Roshan, 38, mengatakan kepada Al Jazeera pada hari sebelumnya.
Kekacauan total
Sri Lanka sedang berjuang di bawah kekurangan devisa yang telah membatasi impor bahan bakar, makanan dan obat-obatan, menjerumuskannya ke dalam gejolak keuangan terburuk dalam 70 tahun.
Demonstrasi berbulan-bulan hampir menghancurkan dinasti politik Rajapaksa yang telah memerintah Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir. Salah satu saudara Rajapaksa mengundurkan diri sebagai perdana menteri bulan lalu, dan dua saudara lelaki lainnya serta seorang keponakan mengundurkan diri dari jabatan kabinet mereka sebelumnya.
Wickremesinghe mengambil alih sebagai perdana menteri pada bulan Mei dan protes sementara berkurang dengan harapan bahwa ia dapat menemukan uang tunai untuk kebutuhan mendesak negara itu. Tetapi orang-orang sekarang ingin dia mengundurkan diri juga, mengatakan dia telah gagal memenuhi janjinya.
Seorang demonstran memegang bendera Sri Lanka di satu tangan dan sebuah plakat di tangan lainnya yang bertuliskan: “Pissu Gota, Pissu Ranil” (Insane Gota, Insane Ranil) dalam bahasa Sinhala.
Ketika mahasiswa dan pengunjuk rasa lainnya berkumpul di jalan menuju rumah presiden pada Sabtu sore, polisi menanggapi dengan gas air mata,
“Ada pengamanan ketat dan kehadiran satuan tugas khusus. Kembalinya benar-benar di atas dengan tabung gas air mata hujan turun untuk membubarkan para pengunjuk rasa. Ada kekacauan total, hampir terinjak-injak untuk keluar,” lapor Fernandez.
Bentrokan terjadi setelah polisi mencabut jam malam yang mereka terapkan di Kolombo dan beberapa kota lain, di tengah keberatan oleh pengacara dan politisi oposisi yang menyebutnya ilegal. “Jam malam seperti itu jelas-jelas ilegal dan melanggar hak-hak dasar rakyat negara kita,” kata Asosiasi Pengacara Sri Lanka.
Ketidakpuasan di Sri Lanka telah memburuk dalam beberapa pekan terakhir karena negara yang kekurangan uang itu berhenti menerima pengiriman bahan bakar, memaksa penutupan sekolah dan penjatahan bensin dan solar untuk layanan penting.
“Ekonomi telah runtuh. Sebagian besar tidak dapat makan tiga kali sehari,” kata Imasha Ranasinghe, seorang mahasiswa berusia 22 tahun kepada Al Jazeera.
Dia termasuk di antara jutaan orang yang terhimpit oleh kekurangan bahan bakar kronis dan inflasi yang mencapai 54,6 persen pada Juni.
Ketidakstabilan politik dapat merusak pembicaraan Sri Lanka dengan Dana Moneter Internasional untuk mendapatkan paket bailout $3 miliar, restrukturisasi beberapa utang luar negeri, dan penggalangan dana dari sumber multilateral dan bilateral untuk meringankan kekeringan dolar.
Berbicara dari Kolombo, ekonom Chayu Damsinghe mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia berharap protes akan membawa perubahan di negara itu.
“Begitu perubahan itu terjadi, begitu pemimpinnya berganti, ada perasaan bahwa perubahan kebijakan benar-benar dapat dilaksanakan dan diterima oleh rakyat,” katanya sebelumnya, Sabtu.
“Terakhir kali orang benar-benar protes, ada perubahan nyata. Kemungkinan besar presiden harus mengambil langkah nyata menuju perubahan.”
Mengungsi ke Luar Negeri
Setelah negara mengalami kebangkrutan warga Sri Lanka berbondong-bondong melakuka pengungsian ke negara lain diantaranya adalah ke negara Australia.
Krisis ekonomi yang mengakitbatkan kelangkaan kebutuhan pangan dan energi memaksa warga Sri Lanka berbondong-bondong mengungsi. Banyak warga memutuskan untuk pergi dari Sri Lanka bahkan dengan cara illegal menuju ke India dan Australia.
Negara mengalmi kebangkrutan, dengan utang yang berjumlah lebih dari 50 miliar dolar, Sri Lanka adalah “negara bangkrut.” Dan pihak IMF tidak kunjung memberikan bantuan pinjaman.
Krisis di Sri Lanka mendorong migrasi besar-besaran. ”Sri Lanka adalah rumah saya, tetapi jika situasinya memburuk dan ada lockdown yang lebih ketat, saya berencana untuk meninggalkan negara itu dan pergi ke India. Zona waktunya mirip dan saya bisa bekerja jarak jauh dari sana untuk sementara,” kata Arunthathi. Sebagaimana dikutip media DW
Sejak nilai rupee Sri Lanka jatuh, banyak yang ingin pergi ke luar negeri untuk mencari uang, menabung sampai situasi ekonomi membaik, dan kemudian kembali ke Sri Lanka. Yang lain ingin meninggalkan negara itu secara permanen.
Bagi kelompok orang yang lebih mapan sebagian besar fokus menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negeri. Karena situasi sekolah yang tutup. Warga mampu juga berusaha migrasi ke negara-negara Eropa seperti Inggris, Uni Eropa, Kanada dan Amerika.
Sementara dari kelas ekonomi bawah atau tingkat pendidikan yang lebih rendah warga Sri Lanka mencoba untuk bermigrasi ke negara-negara Timur Tengah dengan bekerja sebagai buruh migran.[]
Kilkers Versi PDF
Komentar